Terlampau Pe-De dan Terlampau Bangga Diri, Hasilnya Binasa

Pernah dengar istilah ini ?

Yang namanya rezeki itu nggak bakalan ke mana

Apalagi rezeki itu berupa sebuah kitab yang udah terlanjur kita beli, eh.. ternyata uang kita dibalikin dan dikatakan, “Udah ada yang bayarin Pak. Jadi, uangnya segera dikembalikan.” Waahhhh.. jadi melted sekali hati ini, terharu.. Alhamdulillah, dapat gratisan Kitab, tebel dan rada “mahal” pula. Ya itu yang namanya rezeki. Dia nggak bakalan lari kalau sudah Allah ta’ala tentukan jika barang itu akan menjadi hadiah buat kita. Betul? 🙂

medium_132_201409301412087018Fikih-Sirah-Nabawiyah

Buku Gratis.. Alhamdulillah..

Bukan kitab gratisan sebenarnya fokus tulisan saya kali ini, tapi permasalahan yang masih ada kaitannya dengan rezeki, nikmat atau karunia dari Allah ta’ala yang diberikan kepada kita.

Masih ingat dengan Qarun? Sepupu Nabi Musa ‘alaihissalam yang Allah ta’ala mengabadikan namanya 4 kali dalam Al-Qur’an agar dapat dijadikan pelajaran bagi umat setelahnya. Lelaki yang awalnya miskin papa kemudian meminta kepada Nabi Musa ‘alaihissalam untuk dido’akan agar Allah ta’ala memberikan harta yang berlimpah dan akhirnya Allah ta’ala mengabulkan sehingga jadilah dia lelaki yang kaya raya. Lelaki yang justru dikarenakan hartanya menjadikan dia ditenggelamkan Allah ta’ala ke dalam bumi.

قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي

Qarun berkata, “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku”.” (QS. Al-Qashshash: 78)

Well, kesalahan Qarun bukan terletak pada banyaknya dia dikaruniai Allah ta’ala harta. Tetapi, karena sikap dan ucapannya yang mengklaim bahwa harta kekayaan yang diperolehnya disebabkan kemampuan dia pribadi dalam mencari harta atau dia mentazkiyah dirinya sehingga Allah ta’ala memang layak memberikan harta kekayaan itu padanya. Ada tiga perkara di dunia ini yang membinasakan: (1) Sifat kikir yang ditaati (2) Hawa nafsu yang diikuti (3) Sifat ujub yang menyelimuti diri. Bahasa mudahnya, kesalahan Qarun terbesar dan yang menjadikan dia binasa adalah dia ujub (bangga diri).

Ilustrasi: Kaya Betul dah..

وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِنَّا مِنْ بَعْدِ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَٰذَا لِي وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُجِعْتُ إِلَىٰ رَبِّي إِنَّ لِي عِنْدَهُ لَلْحُسْنَىٰ ۚفَلَنُنَبِّئَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِمَا عَمِلُوا وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنْ عَذَابٍ غَلِيظٍ

“Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata: “Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari kiamat itu akan datang. Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya”. Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang keras.” (QS. Fushshilat: 50)

Dalam ayat ini, Allah ta’ala menjelaskan bahwa tabiat kebanyakan manusia adalah ketika mereka mendapatkan sebuah musibah (kesusahan), maka mereka memohon kepada Allah ta’ala, merendahkan diri dan bertaubat kepada-Nya dengan harapan kesusahan itu segera diangkat. Namun, setelah Allah ta’ala mengangkat kesusahan dan menggantikannya dengan kemudahan dan kenikmatan dengan segala jenisnya, maka mereka justru mengingkari pertolongan Allah ta’ala. Mereka mengklaim bahwa kemudahan dan kenikmatan tersebut disebabkan hasil kerja kerasnya sendiri.

Tidak berhenti pada pengingkaran atas karunia Allah ta’ala, mereka juga mengingkari adanya hari kiamat. Hari di mana seluruh dunia hancur. Hari di mana semua akan kembali pada Allah ta’ala. Mereka juga menyangka, seandainyapun hari kiamat benar-benar terjadi, maka mereka akan mendapatkan tempat yang baik di sisi Allah ta’ala. Persangkaan dan tingkah pola mereka ini senada dengan peribahasa berikut,

Muda hura-hura. Tua kaya raya. Mati masuk surga.

Serba mengkhayal dan tidak masuk di akal.

Oleh karena itu, Allah ta’ala menjawabnya dengan sebuah ancaman kepada mereka tentang adzab yang pedih.

Termasuk dalam kategori terdapat cacat pada tauhid seseorang adalah ketika dia melupakan dan mengesampingkan Allah ta’ala pada kenikmatan yang diterimanya.

Masih ingatkah pula kisah tiga orang dari kalangan Bani Israil yang awalnya miskin papa dan orang pertama berpenyakit lepra, orang kedua berpenyakit botak bawaan dan orang ketiga buta, yang lantas atas izin Allah ta’ala, malaikat Jibril memberikan kesembuhan dan memberikan mereka hewan ternak bunting berupa unta untuk orang pertama, sapi untuk orang kedua, dan kambing untuk orang ketiga? Masya Allah, setelah sembuh dari penyakitnya, selang beberapa tahun kemudian ketiganya menjadi kaya raya. Namun, di antara ketiga orang tersebut, hanya satu yang mengingat dan mensyukuri nikmat dari Allah ta’ala, yakni orang ketiga. Sisanya, mereka berdua mengingkari karunia Allah ta’ala, tatkala diingatkan, mereka berdusta dan mengatakan bahwa kekayaan yang sekarang ada pada mereka merupakan harta warisan dari leluhurnya. Keduanya dimurkai Allah ta’ala, dan sebagai akibatnya Malaikat Jibril berdo’a agar Allah ta’ala mengembalikan keadaan mereka seperti sedia kala.

Inilah dunia, musibah dan nikmat yang menimpa seorang hamba, keduanya merupakan ujian dari Allah ta’ala. Siapa yang senantiasa mengembalikan kedua hal tersebut kepada Allah ta’ala, maka dia akan mendapatkan berkah dan ridha dari Allah ta’ala, pun demikian sebaliknya.

Banyak di antara kita yang lebih selamat dari ujian berupa kemelaratan (kemiskinan) daripada ujian berupa kekayaan.

-dar-

Disarikan dari kajian Mulazamah Senin pagi kitab Tauhid Bab 49 bersama Ustadz Abdullah Shalih Al-Hadhrami 
Tanggal 18 Dzulhijjah 1435/ 13 Oktober 2014 di Masjid An-Nur Jagalan, Malang.

4 thoughts on “Terlampau Pe-De dan Terlampau Bangga Diri, Hasilnya Binasa

  1. terkadang manusia akan lupa jika di beri rezeki yang melimpah… kurangnya bersyukur menjadi hal yang paling banyak dilakukan oleh manusia… wah enak ya dapet buku gratisan 🙂

    Like

Leave a reply to Fazri Cancel reply